2016 Velo-city: Pembangunan Kota Ramah Pesepeda

Bersepeda telah menjadi sebuah simbol budaya urban dan gaya hidup untuk kesehatan dan lingkungan yang lebih baik. Bertanggung jawab terhadap 24% dari jumlah emisi CO2, transportasi tak bermesin telah menjadi kepentingan untuk menangkal perubahan iklim.

Berdasarkan premis tersebut, Konferensi Global Velo-City tahun 2016, yang digelar di Taipei, dari tanggal 27 Februari-1 Maret 2016, mengajak para pelaku pembangunan untuk memengaruhi pengambilan keputusan, dan memperbaiki rencana dan ketentuan infrastruktur terhadap penggunaan harian sepeda di suatu lingkup urban. Diselenggarakan oleh European Cyclists’ Federation (ECF) dan Pemerintah Kota Taipei selaku tuan rumah , konferensi ini bertujuan dalam: transisi urban, gaya hidup aktif, ekonomi berkesinambungan, masyarakat berbagi, dan usulan desain.

Bersama para ahli, perwakilan asosiasi, institusi, pembuat kebijakan serta agen sosial, perusahaan dan universitas, Konferensi tersebut berbagi metode membangun kota pesepeda melalui kerja sama di kalangan industri, masayarakat sipil, dan administrasi. Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC berbicara selama sesi Penutupan Pleno, mengingatkan dampak perubahan iklim terhadap beragam tantangan bagi kota pesepeda. Salah satunya adalah fakta bahwa populasi Asian yang meningkat pesat, namun gagal mengatur kecepatan.

Kendaraan tanpa mesin merupakan sebuah jalan keluar utama terhadap Sustainable Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan). Kita harus membangun perkotaan nyaman yang berkesinambungan,” ujar Sekretaris Jenderal.

“Sebuah agenda perkotaan baru akan diputuskan di Quito, selama Konferensi UN-Habitat. Agenda ini adalah sebuah kesempatan besar untuk menampilkan pentingnuya masyarakat pesepeda dalam ragam proses ini,” tambahnya.

Beliau pun mengingatkan berbagai tantangan hebat yang akan dihadapi oleh negara-negara berkembang. Selain memiliki infrastruktur yang buruk dan kondisi ekonomi yang menyedihkan, para negara ini pun menghadapi beberapa masalah besar lain, seperti udara kotor, iklim yang merugikan –kelembapan dan temperatur, serta batasan kultural.

Penyelesaiannya terletak pada hubungan kerja sama: kita butuh masyarakat berbagi, wadah untuk saling bertukar pelaksanaan terbaik bagi kota dan otoritas public, dan jaringan infrastruktural maupun intitusional yang terhubung dengan kondisi setempat,” kata Sekretaris Jenderal.

Pemda dan Pemkot butuh mengadaptasi metode baru memperbaiki pembangunan berkelanjutan dan terapannya. Mereka pun harus beradptasi kemudian mengadopsi solusi inovatif.” simpulnya.