Perempuan dalam Pemeritahan Daerah: Aksi Baru Sri Lanka Memberikan Harapan Baru kepada Perempuan

[et_pb_section admin_label=”section”][et_pb_row admin_label=”row”][et_pb_column type=”4_4″][et_pb_text admin_label=”Text” background_layout=”light” text_orientation=”left” use_border_color=”off” border_color=”#ffffff” border_style=”solid”]

Setelah berjuang dalam beberapa dekade, perempuan di Sri Lanka telah mencapai puncaknya di bidang politik. Untuk pertama kalinya di Sri Lanka, kebutuhan akan perwakilan perempuan di bidang politik telah diakui secara legal di tingkat pemerintahan daerah. Sebuah rancangan baru undang-undang telah diaktualisasi pada bulan Januari 2016, memberi jalan bagi lebih banyak perempuan untuk terlibat dalam ranah politik daerah.

Kegiatan baru yang meningkatkan representasi perempuan dalam badan pemerintahan daerah, telah menyediakan 25% dari seluruh kursi dewan bagi para perempuan. Beberapa kursi tersebut akan diberikan kepada para kandidat perempuan yang telah dipilih oleh partai politik yang masuk pada sebuah daftar terpisah –merujuk pada proporsi atau perbandingan suara yang diraih oleh tiap partai. Kursi-kursi tersebut akan dialokasikan berdasarkan kepentingan prioritas pada daftar terpisah ini. Sehingga, di bawah kegiatan baru tersebut, dari sekitar 8826 anggota dewan, akan terdapat 2206 anggota perempuan. Sri Lanka merupakan negara Asia pertama yang memberikan hak yang tepat kepada perempuan pada tahun 1931 –17 tahun sebelum kemerdekaannya pada tahun 1948. Sejak masa pasca kemerdekaan, para perempuan Sri Lanka telah berperan penting dalam membentuk angkatan kerja dan telah menikmati perlakuan sama di bidang pendidikan dan kesehatan. Sri Lanka telah dicap sejarah dengan memilih Sirimaco Bandaranike sebagai Perdana Menteri pertama perempuan pada tahun 1960. Namun demikian, terlepas dari seluruh prosesnya, kesenjangan tetaplah ada. Layaknya beberapa negara lain yang belum otomatis mengartikan indikator sosio-ekonomi positif menjadi pemberdayaan politis, representasi perempuan tetaplah rendah dalam badan politik Sri Lanka. Dalam Parlemen, perwakilan perempuan telah stagnan anatara 1,9% sampai 6,5%, sedangkan pada pemerintahan daerah hanya mengambang di antara 1% sampai 2%.

Beberapa tahun sebelumnya, para aktivis menginginkan perempuan agar dapat bersuara dalam proses pembanguan Sri Lanka, mereka pun butuh diwakili pada ranah politik, bukan hanya pada ranah ekonomi dan sosial.  Dengan bertambahnya jumlah perempuan dalam proses pengambilan keputusan di lingkup nasional, provinsi, dan daerah di Sri Lanka, maka terbuka kesempatan yang lebih besar dalam membangun kembali daerah-daerah lain. Para perempuan akan berkesempatan menyampaikan pesan mengenai kebutuhan-kebutuhan khusus mereka serta anak-anak, juga membantu meningkatkan kembali martabat perempuan dalam semua sektor.

UCLG ASPAC melalui Komitmennya terhadap Perempuan dalam Pemerintah Daerah dipimpin oleh Walikota Perempuan Banda Aceh yang telah bertugas terhadap perwakilan tinggi perempuan di ranah politik.

*Secara khusus berterima kasih kepada Otoritas Pemerintah Daerah Sri Lanka  (FSLGA).

[/et_pb_text][/et_pb_column][/et_pb_row][/et_pb_section]